blog ini di buat sebagai sarana berbagi pada sesama semoga artikel di blog ini bermanfaat

PENYAKIT CENDAWAN KARAT PADA TANAMAN KEDELAI


TUGAS PATOGEN 1

PENYAKIT CENDAWAN KARAT PADA TANAMAN KEDELAI




KELOMPOK 1

YENNI NURDEVI YANTI                        D1A011020

JULIARSON SARAGIH                 D1A011028

AMI CANDRA                                 D1A011030

DWI EKO LANGGENG                D1A0110

YAYUK SUNDARI                         D1A010

BENI                                                  D1A010


AGROEKOTEKNOLOGI

HAMA PENYAKIT TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS JAMBI

2013

PENDAHULUAN


1.1.Latar belakang

Penyakit yang disebabkan oleh cendawan Phakopsora pachyrhizi berasal dari kelompok Basidiomycetes. Phakopsora pachyrizhy mempunyai uredium pada sisi bawah dan atas daun, coklat muda sampai coklat, bergaris tengah 100-200 µm, sering tersebar merata memenuhi permukaan daun. Parafisa pangkalnya bersatu, membentuk penutup yang mirip dengan kubah diatas uredium. Parafisa membengkok dan berbentuk gada atau mempunyai ujung membengkak, hialin atau berwarna jerami dengan ruang sel sempit. Ujungnya berukuran 7,5-15µm dengan panjang 20-47µm. Uredium bentuknya mirip dengan gunung api kecil yang dibentuk di bawah epidermis, jika dilihat dari atas berbentuk bulat atau jorong. Di pusat bagian uredium yang menonjol berbentuk lubang yang menjadi jalan keluarnya urediospora. Urediospora membulat pendek, bulat telur atau jorong, hialin sampai coklat kekuningan, dengan dinding tebal yang hialin dan berduri halus.

Akibat serangan cendawan ini proses fotosintesis terganggu karena daun tidak berfungsi sebagaimana fungsinya dapat menurunkan hasil produksi sebesar 20-80 %. Penurunan hasil bisa mencapai 100% bila varietas yang ditanam rentan terhadap karat daun dan dibudidayakan sewaktu musim hujan dalam keadaan cuaca yang lembab serta tanaman dalam kondisi tergenang.

Pada lahan tanaman kedelai sering dijumpai gejala serangan penyebab penyakit karat. Penyakit karat disebabkan oleh jamur Phakopsora pachyrhizi Syd. (Bromfield, 1976; Yang, 1977; Sudjono dkk., 1985). Penyakit karat merupakan penyakit yang sangat penting bagi tanaman kedelai (Sudjadi, 1979; Sudjono dkk., 1985; Semangun, 1993).

Beberapa genotip harapan sebagai hasil radiasi sinar γ telah diperoleh, tetapi genotip tersebut belum diketahui kemampuan produksinya dan ketahanannya terhadap penyakit karat.



1.2 Tujuan

Untuk mengetahui penyakit cendawan karat pada tanaman kedelai, penyebab penyakit cendawan karat dan cara mengatasi cendawan karat tersebut.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA



Klasifikasi :

Kingdom         : Fungi

Phylum            : Basidiomycota

Class                : Urediniomycetes

Subclass          : Incertae sedis

Order               : Uredinales

Family             : Phakopsoraceae

Genus              : Phakopsora

Species:           : P. pachyrhizi



Beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan penyakit adalah suhu optimum untuk perkecambahan uredospora adalah 15-25 C. pada kedelai infeksi paling banyak terjadi pada suhu 20-25 C dengan embun selama 10-12 jam; pada suhu 15-17 C diperlukan embun selama 16-18 jam. Masa berembun terpendek untuk terjadinya infeksi pada suhu 20-25 C adalah 6 jam, sedang pada suhu 15-17 C adalah 8-10 jam. Infeksi tidak terjadi bila suhu lebih tinggi dari 27,5 C. Bakal uredium mulai tampak 5-7 hari setelah inokulasi, dan pembentukan spora terjadi 2-4 hari kemudian (Holliday, 1980). Penyakt karat yang lebih berat terjadi pada pertanaman kedelai musim hujan (Sudjadi, 1979). Selain itu, jenis-jenis kedelai memiliki tingkat kerentanan yang berbeda-beda. Ketahanan satu jenis kedelai terhadap karat juga bervariasi tergantung dari lokasi pengujian. Antara umur panjang dengan ketahanan dan antara umur pendek (genjah) dengan kerentanan terdapat korelasi positif. Ketahanan ternyata bersifat dominan dan ditentukan oleh dua gen mayor.

Penyakit karat disebabkan oleh cendawan P. pachyrhizi. Spora cendawan dibentuk dalam uredium dengan diameter 25−50μm sampai 5−14 μm. Uredospora berbentuk bulat telur, berwarna kuning keemasan sampai coklat muda dengan diameter 18−34 μm sampai 15−24 μm . Permukaan uredospore bergerigi. Uredospora akan berkembang menjadi teliospora yang dibentuk dalam telia. Telia berbentuk bulat panjang dan berisi 2−7 teliospora. Teliospora berwarna coklat tua, berukuran 15−26 μm sampai 6−12 μm. Stadium teliospora jarang ditemukan di lapangan dan tidak berperan sebagai inokulum awal.

Gejala awal penyakit karat pada kedelai ditandai dengan munculnya bercak klorotik kecil yang tidak beraturan pada permukaan daun. Pada umumnya gejala karat muncul pada permukaan bawah daun. Bercak tersebut kemudianberubah menjadi coklat atau coklat tua danmembentuk pustule. Pustulmerupakan kumpulan uredium. Pustulyang telah matang akan pecah dan mengeluarkantepung yang warnanya sepertikarat besi. Tepung tersebut merupakankantung-kantung spora yang disebut uredium dan berisi uredospora.



BIOLOGI PENYAKIT KARAT

pada daun pertama kedelai muda dapat terjadi dua macam bercak, yaitu yang berwarna coklat dan yang tidak. Gejala tampak pada daun, tangkai, dan kadang-kadang pada tangkai. Awalnya terjadi bercak-bercak kecil coklat kelabu atau bercak yang sedikit demi sedikit berubah menjadi coklat atau coklat tua. Bercak karat terlihat sebelum bisul-bisul (pustul) pecah. Bercak tampak bersudut-sudut karena dibatasi oleh tulang daun di dekat terjadinya infeksi (Semangun, 1991). Pada umumnya serangan terjadi pada permukaan bawah daun dan serangan awal biasanya terjadi pada daun-daun bawah yang kemudian berkembang ke daun yang lebih atas. Penyakit karat kedelai biasanya mulai menyerang pada saat tanaman berumur 3-4 minggu setelah tanam, penyakit karat menyebabkan daun kering dan rontok sebelum waktunya, stadium awal penyakit karat mungkin

SIKLUS PENYAKIT

Dua tipe spora telah diketahui pada P. pachyrhizi. Uredospora adalah tipe spora yang sering ditemukan dari musim ke musim. Uredospora sangat mudah terbawa angin dan percikan air hujan sehingga cepat tersebar dan siklus akan berkali-kali terjadi dari musim ke musim. Tipe spora yang kedua adalah teliospora. Di Indonesia, teliospora jarang ditemukan, tetapi di negara-negara yang beriklim subtropis, teliospora ditemukan pada tanaman terinfeksi pada akhir musim

tanam atau di rumah kaca. Pada kondisi laboratorium, teliospora dapat berkecambah membentuk basidiospora. Jika tidak dijumpai tanaman inang, siklus penyakit akan terhenti. Jika cuaca menguntungkan, uredospora akan berkecambah dan menginfeksi tanaman sehat. Menurut Sudjono (1979), sampai saat ini belum diketahui bahwa cendawan P. pachyrhizi dapat bertahan dalam biji.

Proses infeksi dimulai dengan perkecambahan uredospora membentuk tabung kecambah tunggal yang menembus permukaan daun 5–400 μm melalui bagian tengah sel epidermis, sampai terbentuk apresorium (hifa infeksi). Berbeda dengan cendawan karat yang lain, pada cendawan ini penetrasi apresorium ke sel-sel epidermis daun langsung melalui kutikula, jarang melalui stomata. Jika melalui stomata, umumnya apresorium masuk melalui sel penjaga, bukan melalui sel pembuka. Proses penetrasi pada cendawan ini bersifat unik; cendawan mampu melakukan penetrasi secara langsung. Proses penetrasi tersebut memudahkan P. pachyrhizi mendapatkan inang yang luas (Monte et al. 2003).

Uredium akan berkembang 5–8 hari setelah proses infeksi. Uredospora baru terbentuk 9 hari setelah infeksi, dan pembentukan dapat berlanjut sampai 3 minggu, sedangkan uredium berkembang sampai 4 minggu. Uredium generasi kedua akan tumbuh pada bagian pinggir dari tempat infeksi pertama, dan hal ini dapat berlangsung terus-menerus sampai 8 minggu (Monte et al. 2003).

Uredospora berkembang sangat cepat dan dapat dibentuk dalam jumlah yang sangat banyak. Jika satu bercak rata-rata memproduksi lebih dari 12.000 uredospora dalam 4−6 minggu maka dari 400 bercak akan terjadi serangan yang berat.

Suhu, kelembapan, dan cahaya sangat memengaruhi perkembangan penyakit karat. Keberhasilan proses infeksi bergantung pada kelembapan pada permukaan tanaman, dengan waktu optimum 6 jam dan maksimum 10–12 jam. Suhu optimum untuk infeksi berkisar antara 15–28°C (Monte et al. 2003). Menurut Sudjono (1979), penjemuran daun kedelai yang terinfeksi di bawah sinar matahari dengan intensitas cahaya 700 lux dapat menurunkan daya kecambah uredospore sehingga uredospora hanya mampu bertahan selama 6 jam. Selain itu, sinar ultra violet juga menurunkan daya kecambah uredospora.



TANAMAN INANG

Cendawan P. pachyrhizi merupakan parasit obligat. Jika di lapangan tidak terdapat tanaman kedelai, spora hidup pada tanaman inang lain. Spora hanya bertahan 2 jam pada tanaman bukan inang. Spora tidak dapat bertahan pada kondisi kering, jaringan mati atau tanah. Jika tidak ada tanaman kedelai, gulma yang termasuk ke dalam famili Leguminosae dapat menjadi tanaman inang alternatif. Dari 27 jenis tanaman Leguminosae yang diuji, tujuh di antaranya menunjukkan reaksi hipersensitif sehingga infeksi pada tanaman tersebut tidak menghasilkan spora. Sudjono (1979) menyatakan bahwa dari 17 jenis tanaman kacang-kacangan selain kedelai yang diinokulasi secara buatan, tiga di antaranya menunjukkan gejala yang bersporulasi, yaitu kacang asu, kacang kratok, dan kacang panjang. Oleh karena itu, keberadaan tanaman tersebut perlu diwaspadai.

Tanaman inang berperan sangat penting dalam terjadinya penyakit selama setahun, dari satu musim tanam ke musim tanam berikutnya, jika tanaman kedelai tidak ada di lapangan. Beberapa jenis gulma dapat menjadi tanaman inang P. pachyrhizi. Di Amerika Serikat, tanaman kudzu (sejenis gulma) merupakan tanaman inang cendawan tersebut pada musim dingin sehingga siklus penyakit akan berlangsung sepanjang tahun. Selanjutnya dilaporkan bahwa 31 spesies dari 17 genus tanaman kacang-kacangan dapat terinfeksi P. pachyrhizi, di antaranya kacang merah (Phaseolus vulgaris), kacang hijau (Phaseolus radiatus), kacang krotok (Phaseolus lunatus), kacang tunggak (Vigna linguata), dan kacang lupin (Lupinus hirsitus) (Monte et al. 2003).



PENGENDALIAN



Pengendalian penyakit karat dianjurkan dilakukan dengan memadukan beberapa komponen pengendalian yang ramah lingkungan untuk mendukung pertanian berkelanjutan. Komponen pengendalian penyakit karat meliputi penanaman varietas tahan serta penggunaan bahan nabati dan hayati.



v  VARIETAS TAHAN



Sebelum melakukan tindakan pengendalian, perlu dilakukan pemantauan. Penyakit karat termasuk penyakit yang cepat perkembangannya (dengan periode laten 9 hari). Spora dapat terbawa oleh angin, air atau serangga sehingga penyakit dapat menyebar ke segala arah, yang didukung dengan cuaca yang sesuai sepanjang tahun. Pemantauan penyakit karat dimulai pada saat tanaman kedelai berumur 3 minggu. Pengendalian penyakit dilakukan apabila intensitas serangan telah mencapai 5% untuk varietas unggul tahan karat. Untuk varietas rentan, keberadaan satu bercak saja dalam areal pertanaman kedelai sudah harus dilakukan upaya pengendalian.

Menanam varietas kedelai yang tahan penyakit karat merupakan cara pengendalian yang murah, mudah dilaksanakan, dan tidak mencemari lingkungan. Menanam varietas tahan dimaksudkan untuk mengurangi jumlah inokulum awal (Zadoks dan Schein 1979). Ketahanan suatu varietas terhadap suatu penyakit umumnya tidak berlangsung selamanya. Jika muncul ras baru yang lebih virulen, ketahanan varietas tersebut akan patah. Oleh karena itu, adanya varietas-varietas baru kedelai yang tahan terhadap penyakit karat sangat dibutuhkan dalam upaya mengendalikan penyakit tersebut.

Balai Penelitian Tanaman Kacang- Kacangan dan Umbi-Umbian (Balitkabi) telah melepas beberapa varietas unggul kedelai dengan ketahanan terhadap penyakit karat yang bervariasi. Sejak tahun 1999, telah dilepas empat varietas unggul kedelai dengan kategori agak tahan, satu varietas toleran, sedangkan dua varietas lainnya tidak diketahui ketahanannya terhadap penyakit karat. Hasil uji ketahanan yang dilakukan di Bogor menunjukkan bahwa dari 50 galur dan varietas kedelai yang diuji, tidak satupun yang menunjukkan reaksi tahan, 4% agak tahan, 60% agak rentan, dan 36% rentan (Santosa 2003).

Varietas yang toleran dapat terinfeksi patogen karat, tetapi masih dapat menghasilkan biji. Varietas dengan kategori agak tahan memiliki ketahanan terhadap penyakit karat yang berada antara tahan dan agak rentan. Apabila menanam varietas yang agak tahan, perlu dipadukan dengan cara pengendalian lain, misalnya dengan fungisida nabati.



v  FUNGISIDA NABATI



Pengendalian dengan fungisida nabati mempunyai keunggulan karena tidak mencemari lingkungan, bahannya tersedia di lingkungan sekitar, dan lebih murah daripada fungisida sintetis (Kardinan 1998). Menurut Zadoks dan Schein (1979), jumlah inokulum awal berperan penting dalam memicu terjadinya ledakan penyakit. Oleh karena itu, pengendalian dengan fungisida nabati dimaksudkan untuk mengurangi jumlah inokulum awal.

Minyak cengkih mengandung bahan aktif eugenol (Guenther 1990) yang berkhasiat menghambat perkembangan beberapa mikroorganisme penyebab penyakit, seperti Fusarium oxysporum pada vanili, serta Phytophthora capsici, Rhizoctonia solani, dan Sclerotium rolfsii pada lada (Tombe et al. 1992). Balitkabi telah melakukan penelitian untuk mengetahui efektivitas minyak cengkih dalam melindungi tanaman kedelai dari infeksi penyakit karat. Intensitas serangan karat pada tanaman tanpa perlakuan minyak cengkih cukup tinggi; pada pengamatan umur 65 hari setelah tanam (hst) di rumah kaca dan pada umur 78 hst di lapangan, intensitas serangan karat berturut-turut sebesar 73% dan 34%. Intensitas serangan karat dengan perlakuan minyak cengkih bervariasi dari 5% hingga 21,60%.

Interval waktu penyemprotan minyak cengkih terendah, baik untuk pertanaman di rumah kaca maupun di lapangan, adalah 5 hari. Hal ini mengisyaratkan bahwa penyemprotan minyak cengkih akan efektif apabila dilakukan beberapa kali dengan interval waktu minimum 5 hari sekali.

Daun tanaman kedelai yang diberi perlakuan minyak cengkih secara visual tampak sehat dan tidak terdapat atau sedikit gejala penyakit karat, sedangkan daun tanpa perlakuan minyak cengkih terdapat gejala penyakit karat. Dinding sel spora yang diberi perlakuan minyak cengkih mengalami lisis sehingga isi sel tersebar ke luar sel. Spora tanpa minyak cengkih memiliki dinding sel yang tetap utuh dan dapat membentuk tabung kecambah. Hal ini menunjukkan bahwa spora masih hidup.



v  AGENS HAYATI

Pengendalian dengan agens hayati dimaksudkan mengaplikasikan mikroorganisme antagonis dari penyebab penyakit. Cara pengendalian ini dapat meminimalkan jumlah inokulum awal dan mengurangi perkembangan penyakit. Keunggulannya yaitu selain ramah lingkungan efek residunya dapat bertahan lama sampai beberapa musim tanam. Mikroorganisme antagonis yang sering digunakan dalam pengendalian penyakit karat ini yaitu : bakteri bacillus dan cendawan verticillium. Menurut baker dan cook (1974), mekanisme pengendalian dengan antagonis ini dikategorikan menjadi tiga, yakni : 1). Antibiosis, yaitu mengeluarkan senyawa kimia yang dapat mematikan penyebab penyakit, 2). Hiperparasit, yaitu antagonis memarasit penyebab penyakit, 3). Kompetisi, yaitu persaingan makanan atau tempat hidup antara antagonis dan penyebab penyakit

.





BAB III

KESIMPULAN



Penyakit karat merupakan penyakit penting pada kedelai, penyakit tersebut dapat dikendalikan dengan memadukan berbagai tekhnik pengendalian misalnya menanam varietas tahan, dengan menggunakan fungisida nabati, dan juga pemanfaatan mikroorganisme antagonis. Serta factor-faktor yang mempengaruhi perkembangan penyakit karat adalah suhu,kelembaban, cahaya matahari dan tanaman inang.

DAFTAR PUSTAKA

http://indri2303.wordpress.com/2011/02/07/hama-dan-penyakit-pada-tanaman-kedelai

http://rizkihaerunisa1009.wordpress.com/2010/06/20/karat-daun-pada-kedelai

Sudjono, M.S., M.M. Amir, dan M. Roechan. 1985. Penyakit karat dan penanggulangannya. Dalam Somaatmadja, S., M. Ismunadji, Sumarno, M. Syam, S.O. Manurung dan Yuswadi (Ed). Kedelai. Pusat Penelitian Tanaman Pangan, Bogor. hlm. 331−356.



Sumartini. 2009. Retensi minyak cengkih untuk pengendalian penyakit karat pada kedelai. Prosiding Seminar dan Kongres Perhimpunan Fitopatologi Indonesia, Di Makassar. Inpress.



Tombe, M., K. Kobayashi, Ma’mun, Triantoro, dan Sukamto. 1992. Eugenol dan daun cengkih untuk pengendalian penyakit tanaman industri. Makalah disampaikan pada Seminar Review Hasil Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Bogor. 8 hlm.

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | GreenGeeks Review